Nama lengkap Ibnu Thufail adalah Abu Bakar Muhammad bin Abdul Malik bin Muhammad bin Muhammad bin Abu Thufayl al-Qaysi, tapi lebih terkenal dengan nama al-Andalusi atau al-Kurtubi al-Isybili. Ia lahir pada tahun 1110 di Guadix, Spanyol. Ibnu Thufail adalah keturunan Kays, salah satu suku Arab yang terkemuka. Di Barat, Ibnu Thufail lebih dikenal dengan nama Abubacer. Ia adalah seorang ahli filsafat dan kedokteran.
Semasa hidupnya, nama Ibnu Thufail dikenal sebagai penulis kisah filsafat. Kisah-kisahnya selalu didasarkan pada pertanyaan tentang asal mula manusia, keberadaan dunia, dan pertanyaan filosofis lain. Ia mengemas pandangan filsafatnya dalam sebuah karya sastra yang berjudul Hayy Ibn Yaqzan (The Living Son of Vigilant). Karyanya tersebut terinspirasi dari beberapa murid Ibnu Sina, yaitu Hayy Ibn Yaqzan, Salaman, dan Absal. Hayy Ibn Yaqzan merupakah salah satu karya yang paling cemerlang pada abad pertengahan.
Ibnu Thufail membuat Hayy Ibn Yaqzan berdasarkan sebuah cerita kuno di dunia Timur, yaitu The Story of the Idol and the King and His Daughter. Melalui bukunya ini, Ibnu Thufail mengajak pembacanya untuk merasakan dan memahami pandangan filsafatnya. Secara garis besar, buku tersebut berkisah tentang pengetahuan manusia yang muncul dari sebuah kekosongan, sebelum kemudian ia menemukan pengalaman mistik melalui hubungannya dengan Tuhan.
Lewat ceritanya, Ibnu Thufail juga ingin mengemukakan dua fakta penting. Pertama, kesatuan adalah sisi lain dari keberagaman. Kedua, jiwa adalah sesuatu yang selalu ada. Selain itu, Ibnu Thufail juga menyadari bahwa dunia tidak akan ada tanpa ruang dan waktu. Dunia terbentuk karena suatu penyebab awal. Penyebab itu adalah Tuhan. Ibnu Thufail juga menyimpulkan bahwa hanya ada satu jalan untuk mencapai kebahagiaan hidup dan mati, yaitu kehadiran sebuah energi yang selalu menuntunnya pada Tuhan. Karya Ibnu Thufail ini diterjemahkan dalam berbagai bahasa, seperti Latin, Perancis, dan Spanyol. Ibnu Thufail pun dianggap memiliki pengaruh besar dalam perkembangan ilmu filsafat. Ia dianggap sebagai filosof kedua yang memiliki pengaruh besar di dunia Barat setelah Ibnu Bajjah.
Dalam setiap karyanya, Ibnu Thufail selalu berupaya menyeimbangkan antara agama dan pemikiran rasional, meskipun para filosof sebelum dan sesudah masanya jarang melakukannya. Hal tersebut menunjukkan keinginan Ibnu Thufail untuk mempertemukan filsafat dan agama. Ibnu Thufail meyakini bahwa ada sebuah jalan mistis yang dapat dirasakan seseorang jika ia berhubungan dengan Tuhan, misalnya melalui kegiatan spiritual (ibadah) yang dijalankan secara teratur. Oleh beberapa kalangan, pandangan Ibnu Thufail dianggap sebagai sebuah pencerahan.
Ibnu Thufail menghembuskan napas terakhirnya pada tahun 1185 di Maroko.
Sumber: Buku Biografi Para Ilmuwan Muslim