Tampilkan postingan dengan label Bidang Kedokteran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bidang Kedokteran. Tampilkan semua postingan
Biografi Ibnu Al-Khatib: Dokter dan Politikus Andal

Biografi Ibnu Al-Khatib: Dokter dan Politikus Andal

Juli 29, 2013 0
Nama lengkap Ibnu al-Khatib adalah Muhammad bin Utsman Ibnu al-Khatib. Ia lahir pada tahun 713 H. Sejak kecil, al-Khatib sudah akrab dengan ilmu pengetahuan.

Ada suatu peristiwa yang membuat nama al-Khatib terkenal. Saat itu, wabah Demam Hitam (Black Fever) yang merenggut ribuan nyawa sedang menjangkit Eropa. Para rahib Nasrani mengatakan bahwa wabah tersebut adalah penyakit kutukan. Namun, al-Khatib justru tertarik untuk menelusuri dan menelitinya dengan cermat, hingga akhirnya ia menyimpulkan bahwa korban Demam Hitam adalah mereka yang tubuhnya dipenuhi daki karena tidak pernah memakai sabun ketika mandi. Sehubungan dengan hal itu, para tabib Muslim lalu membagikan bahan pembersih tubuh (sabun), yang ketika itu belum dikenal di Eropa, secara gratis kepada masyarakat. Orang Eropa pun menyebutnya "soap", yang sesungguhnya berasal dari bahasa Arab "suf" yang berarti pembersih.

Ibnu al-Khatib adalah seorang dokter sejarah, politikus, pengarang, dan penyair Andalusia. Ia banyak mengarang buku sejarah yang bernuansa Spanyol dan Maroko. Selain itu, ia juga mengarang sejumlah buku catatan perjalanan dan makalah sastra. Sebagai penulis, namanya sangat terkenal disebabkan gaya bahasanya yang bagus dan pembaruannya di bidang bahasa.

Salah satu karya penting Ibnu al-Khatib di bidang kedokteran adalah sebuah buku tentang panyakit sampar. Kelebihan buku ini terletak pada keberanian si penulis memberikan argumentasi yang memuaskan sebagai pembelaan atas pemikiran yang berlawanan dengannya. Teori kedokteran yang dikemukakan Ibnu Khatib dalam buku tersebut bertentangan dengan hadits Nabi. Ia berkatan bahwa seorang Muslim harus memiliki prinsip jika bukti yang diambil dari hadits harus diluruskan atau jika apa yang disampaikan oleh hadits tersebut bertentangan dengan bukti yang terlihat oleh indra. Lewat karyanya tersebut, Ibnu al-Khatib telah memberikan bukti kebebasan berpendapat.

Keberanian Ibnu al-Khatib lainnya terlihat ketika ia menulis sebuah risalah kedokteran yang berjudul Amal man Thabba Liman Habba. Dalam risalah itu, ia menggugurkan berbagai persoalan khilafiyah hingga batas yang sangat jauh. Misalnya, keputusannya untuk memberi obat penguat ingatan kaarena sebab-sebab sosial menggunakan khamer untuk tujuan kedokteran.

Biografi Ibnu Al-Khatib: Dokter dan Politikus Andal

Selain menulis karya kedokteran, Ibnu al-Khatib juga menulis sejumlah karya sejarah, geografi, syair, sastra, tasawuf, dan filsafat. Karyanya yang paling penting dalam sejarah adalah al-Ihalah fi Ahbar Garnalah, sebuah ensiklopedi riwayat hidup para ilmuwan Andalusia secara umum. Buku ini menjadi rujukan Islam paling penting tentang kerajaan Granada dalam hal sejarah para tokoh, sastra, dan peradabannya. Ibnu al-Khatib juga memasukkan riwayat hidupnya sendiri secara lengkap dalam buku itu.

Ibnu a-Khatib adalah penulis dan penyair besar Andalusia. Semua itu tercermin dari karya-karyanya yang kaya ide dan wawasan. Sebagai seorang penyair, gaya bahasanya sangat indah sehingga sulit ditandingi oleh para penyair Andalusia lain pada masa itu. Adapun dalam bidang prosa, Ibnu al-Khatib mengkhususkan diri menulis prosa seputar masalah politik dan surat-surat diplomasi, yang pernah ditulisnya mewakili sang sultan untuk raja-raja di Spanyol dan para sultan di Maroko dan sebuah buku yang berjudul Rayhanah al-Kuttab. Kelebihan buku ini adalah bahasanya yang enak dibaca dan kalimatnya yang singkat. Melalui Rayhanah al-Kuttab kepiawaian Ibnu al-Khatib dalam bidang politik terlihat jelas, pun wawasannya yang jauh ke depan. Ia melihat Andalusia kelak akan hancur karena perbuatannya sendiri. Pada akhirnya, negara tersebut memang hancur oleh hawa nafsu dan fitnah.

Dalam bukunya yang terkenal, Nafth al-Thayyib, al-Maqri al-Til Matsani mengulas tentang sosok Ibnu al-Khatib, syair, dan prosanya yang mengagumkan. Ulasan tersebut ditulisnya dalam dua jilid Nafth al-Thayyibb dari sepuluh jilid yang ada.

Ibnu al-Khatib wafat pada tahun 776 H di Andalusia.

Sumber: Buku Para Ilmuwan Muslim
Biografi Ibnu Nafis: Muslim Ahli Peredaran Darah

Biografi Ibnu Nafis: Muslim Ahli Peredaran Darah

Maret 18, 2013 0
Nama lengkap Ibnu Nafis adalah al-Din Abu al-Hasan Ali Ibn Abi al-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi. Selain itu, ia juga mempunyai nama panggilan lain, yaitu The Second Avicenna (Ibnu Sina Kedua), yang diberikan oleh para pengagumnya. Ibnu Nafis lahir pada tahun 1213 di Damaskus. Ia menghabiskan masa kecilnya di kota tersebut hingga menjelang dewasa.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, Ibnu Nafis menempuh pendidikan kedokteran di Medical College Hospital. Gurunya adalah Muhalthab al-Din Abd al-Rahim. Selain itu, ia juga mempelajari hukum Islam. Di kemudian hari, selain sebagai dokter, Ibnu Nafis juga dikenal sebagai pakar hukum Islam bermazhab Syafi'i. Pada tahun 1236, setelah menyelesaikan pendidikannya di bidang kedokteran dan hukum Islam, Ibnu Nafis meninggalkan tanah kelahirannya menuju Kairo, Mesir. Di sana, ia belajar di Rumah Sakit al-Nassiri. Prestasinya yang gemilang membuat ia kemudian ditunjuk sebagai direktur rumah sakit tersebut.

Sebagai seorang dokter, Ibnu Nafis tidak pernah merasa puas dengan ilmu kedokteran yang dimilikinya. Ia terus memperkaya pengetahuannya melalui berbagai observasi. Hal inilah yang membuat namanya terkenal. Ia adalah dokter pertama yang mampu menerangkan secara tepat tentang paru-paru dan memberikan gambaran mengenai saluran pernapasan, juga interaksi antara saluran udara dengan darah dalam tubuh manusia. Ibnu Nafis dikenal sebagai seorang dokter muslim yang mempunyai pendapat dan pemikiran yang masih murni, terbebas dari berbagai pengaruh Barat.

Dalam studinya, Ibnu Nafis menggunakan beberapa metode, yaitu observasi, survei, dan percobaan. Ia mempelajari ilmu kedokteran melalui pengamatan terhadap sejumlah gejala dan unsur yang mempengaruhi tubuh. Menurut Ibnu Nafis, selain melakukan pengobatan, memeriksa unsur-unsur penyebab munculnya penyakit juga perlu. Selain itu, ia juga memaparkan mengenai fungsi pembuluh arteri dalam jantung sebagai pemasok darah bagi otot jantung (Cardiac Musculature). Penemuannya mengenai peredaran darah di paru-paru ini merupakan penemuan yang menarik. Sehubungan dengan hal itu, Nafis dianggap telah memberikan pengaruh besar bagi perkembangan ilmu kedokteran Eropa pada abad XVI. Lewat penemuannya tersebut, para ilmuwan menganggapnya sebagai tokoh pertama dalam ilmu sirkulasi darah.
Biografi Ibnu Nafis: Muslim Ahli Peredaran Darah
Salah satu karya terbaik Ibnu Nafis adalah Commentary on the Anatomy of Canon of Avicenna. Buku ini merupakan rangkuman hasil pemikiran Ibnu Nafis mengenai anatomi, patologi, dan fisiologi. Karya tersebut berhasil mengungkap sebuah fakta ilmiah penting, yang kemudian diabaikan begitu saja, yaitu gambaran tentang peredaran darah paru-paru. Salah satu ilmuwan Barat yang mempelajari pengobatan Arab di Jerman menyatakan bahwa catatan tersebut merupakan salah satu karya ilmiah terbaik, meskipun sebelumnya telah ada teori yang hampir sama yang dilontarkan oleh Galen pada abad II. Teori tersebut menerangkan bahwa darah mengalir dari bilik kanan jantung ke bilik kiri jantung melalui pori-pori yang terdapat pada katup jantung.

Dalam teorinya, Galen juga menyebutkan bahwa sistem pembuluh vena terpisah dari sistem pembuluh arteri, kecuali terjadi kontak antara keduanya melalui pori-pori. Sebaliknya, Ibnu Nafis meyakini bahwa darah yang berasal dari bilik kanan jantung pasti mengalir ke bilik kiri jantung, namun tidak ada penghubung antara kedua bilik tersebut. Katup jantung tidak berlubang dan berpori sama sekali. Selain itu, Ibnu Nafis juga menambahkan bahwa darah dari bilik kanan jantung mengalir melalui pembuluh arteri ke paru-paru. Proses selanjutnya adalah darah tersebut bercampur dengan udara dan mengalir melalui pembuluh vena ke bilik kiri jantung.

Ibnu Nafis juga menyatakan bahwa nutrisi untuk jantung diekstrak dari pembuluh darah yang melalui dinding jantung. Ibnu Nafis mengomentari Qanun fi al-Thibb, karya Ibnu Sina yang dituangkannya dalam sejumlah manuskrip yang ditulis terpisah. Komentar tersebut dilengkapinya pula dengan sejumlah perbaikan dan disusun berdasarkan pengelompokkan. Pada bagian ini, Ibnu Nafis juga menambahkan teori ciptaannya tentang sirkulasi darah, yakni The Lesser of Pulmonary Circulation of the Blood. Di kemudian hari, sejumlah komentar Ibnu Nafis diterjemahkan dalam bahasa Latin.

Dari sekian banyak karya Ibnu Nafis, teori The Lesser of Pulmonary Circulation of the Blood dianggap sebagai prestasinya yang paling penting dalam bidang kedokteran. Karya Nafis lainnya adalah Kitab al-Mukhtar fi al-Ahdyiya, yang mengupas tentang efek diet bagi kesehatan. Selain itu, ia juga menghasilkan sebuah karya berjudul Kitab al-Shamil fi al-Thibb, yang semula direncanakannya menjadi sebuah ensiklopedi yang terdiri dari tiga ratus jilid.

Ibnu Nafis menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1288.
Biografi Ali Bin Abbas: Dokter Muslim Ahli Bedah

Biografi Ali Bin Abbas: Dokter Muslim Ahli Bedah

Maret 16, 2013 0
Tak banyak yang diketahui tentang sejarah kelahiran, masa kecil, dan keluarga dari ilmuwan yang satu ini. Di Eropa, Ali bin Abbas lebih dikenal dengan nama Haly Abbas. Ia adalah seorang dokter yang brilian pada masanya.

Jika Qanun dianggap sebagai "Kitab Suci Kedokteran" sekaligus karya terbaik Ibnu Sina karena berisi pembahasan tentang seni bedah dan penyembuhan luka maka Kamil al-Sina'a adalah sebuah buku legendaris karya Ali Abbas Majusi yang mengulas tentang ilmu bedah hingga ke intinya. Buku ini sangat spektakuler karena terdiri dari 110 bab. Dalam Kamil al-Sina'a volume 10, Ali Abbas melengkapinya dengan menambahkan sebuah teori khusus mengenai terapi pembedahan, padahal ilmu tersebut masih kurang diminati di dunia ilmu pengetahuan Islam masa itu. Ilmu jenis ini muncul pertama kali dalam bentuk terjemahan literatur berbahasa Arab pada abad IX, sebelum kemudian memasuki Eropa pada abad pertengahan.

Secara umum, ilmu dan teknologi bedah Arab kurang begitu maju pada masa itu, ilmu bedah lebih terkenal di Eropa bahkan dianggap sebagai ilmu yang mewakili dunia Barat. Di Arab, sains justru lebih maju dan berkembang pesat dari pada ilmu bedah. Di saat itulah, salah satu buku karya Ali Abbas yang dipersembahkannya untuk Sultan Buwaih, Adud ad-Daulah, menunjukkan peranannya dalam memajukan ilmu kedokteran Arab, khususnya ilmu bedah. Buku tersebut dijadikan buku teks standar para mahasiswa kedokteran selama beberapa tahun.

Ali Abbas al-Majusi adalah dokter yang pertama kali membahas susunan dan fungsi pipa kapiler, serta memberi penjelasan yang benar tentang kelahiran bayi. Menurutnya, proses kelahiran bayi adalah reaksi dari otot-otot rahim sang ibu yang bekerja keras pada saat bersamaan. Pendapat tersebut bertolak belakang dari pendapat yang diyakini masyarakat Arab selama berabad-abad bahwa proses kelahiran adalah usaha dari bayi yang akan lahir.

Selain tenar sebagai dokter profesional, Ali Abbas al-Majusi juga dikenal sebagai penulis sejumlah buku medis. Ia pun disejajarkan dengan ilmuwan muslim lain, seperti Zakariya ar-Razi dan Ibnu Sina. Beberapa penemuan baru Ali Abbas diabadikannya dalam wujud tulisan lepas dan buku karya ilmiah.
Biografi Ali Bin Abbas: Dokter Muslim Ahli Bedah
Kerja keras, kecerdasan, dan prestasi Ali Abbas akhirnya didengar oleh Amir Adud Daulah, seorang khalifah keturunan Buwaihi yang memerintah di Baghdad. Sang khalifah segera meminta Ali Abbas menulis sesuatu yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sebagai jawaban, Ali Abbas pun membuat sebuah karya penting di bidang kedokteran, yang kemudian dipersembahkannya untuk sang khalifah. Karya tersebut berjudul Kamil al-Sina'a atau Kamil al-Maliki.

Di kemudian hari, para penerjemah bahasa Latin abad pertengahan menerjemahkan karya tersebut menjadi Liber Regius atau Liber Regalis. Buku bersejarah ini kembali menjadi sorotan dalam sejarah kedokteran sebab isinya dianggap hampir mirip dengan Liber Pantegni. Buku itu pun menjadi buah bibir di kalangan para ilmuwan. Namu, pada akhirnya Liber Regalis dianggap sebagai buku ajar utama yang paling lengkap di bidang kedokteran.

Pada tahun 1492, karya Ali Abbas tersebut dicetak ulang di Venice, lalu di Lyons pada tahun 1523. Adapun bab khusus mengenai pembedahan sebenarnya telah diterjemahkan oleh Constantin, seorang ilmuwan Afrika, pada abad XI, dan sudah diajarkan di berbagai perguruan tinggi di Salermo. Sementara itu, Kamil al-Sina'a versi Arab dicetak ulang di Kairo pada tahun 1297.

Diperkirakan, Ali al-Abbas wafat antara tahun 982 - 995.
Biografi Abdul Latief Al-Baghdadi: Ahli Anatomi dan Tulang Muslim

Biografi Abdul Latief Al-Baghdadi: Ahli Anatomi dan Tulang Muslim

Januari 28, 2013 0
Nama lengkap Abdul Latief al-Baghdadi adalah Abu Mohammad Abdul Latief bin Yusuf bin Mohammad. Ia lahir pada tahun 1162 di Baghdad. Sejak kecil ia telah mempelajari alquran dan ilmu agama dari al-Wajih al-Wasiti. Menjelang dewasa, ia melanjutkan pendidikannya dengan mempelajari ilmu kedokteran dan filsafat. Salah seorang gurunya adalah Ibnu Tilmiz. Selanjutnya, ia pergi ke Damaskus dan Mesir. Di sana, ia mendalami ilmu-ilmu agama, kedokteran, sastra, dan filsafat.

Abdul Latief adalah seorang ahli anatomi, sastrawan, dan filosof. Namanya terkenal sebagai ahli anatomi pertama yang mendeskripsikan tengkorak kepala manusia dan tulang muka, termasuk tulang rahang bawah, secara lengkap dan akurat. Sepanjang hidupnya, Abdul Latief sangat tekun mempelajari ilmu kedokteran. Ia meneliti sejumlah karya para ahli medis Yunani dan mengembangkannya melalui banyak penelitian. Selain itu, ia juga mengembangkan kajian tentang tulang manusia, khususnya tulang rahang bawah. Selama berada di Mesir, ia menganalisa Teori Galenus mengenai tulang bawah dan tulang yang menghubungkan tulang punggung dengan tulang kaki, sebelum kemudian berhasil menyempurnakannya. Penelitiannya di bidang ini memunculkan banyak temuan yang mengejutkan.

Di kemudian hari, sejumlah buku karya Abdul Latief banyak diterjemahkan dalam bahasa Latin dan disimpan di Perpustakaan Universitas Oxford, Inggris (1800). Pada tahun 1810, karya Abdul Latief juga diterjemahkan dalam bahasa Perancis. Sebelum diterbitkan, karya tersebut diberi tambahan berupa sejumlah catatan penelitian Abdul Latief. Pada masa itu, karya tersebut sangat berpengaruh bagi perkembangan ilmu kedokteran Eropa.
Biografi Abdul Latief Al-Baghdadi: Ahli Anatomi dan Tulang Muslim
Abdul Latief juga dikenal sebagai sastrawan yang sering mengembara. Ia gemar menulis tentang budaya suatu daerah dengan bahasa yang sangat indah. Oleh beberapa peneliti, bukunya yang berjudul Account of Egypt dinyatakan sebagai salah satu karya topografi terpenting pada abad pertengahan. Buku tersebut memuat sejumlah deskripsi yang menarik tentang bencana kelaparan yang terjadi ketika Sungai Nil dilanda kekeringan (1200-1202). Saat itu, ia sedang berada dalam perjalanan menuju Mesir dan menyaksikan sendiri bencana tersebut.

Sebagai seorang sastrawan, Abdul Latief sangat terkesan dengan karya-karya Ibnu Sina. Meskipun demikian, ia pernah mengkritik sejumlah karya Ibnu Sina. Di sisi lain, Abdul Latief juga sangat mengagumi Aristoteles. Dalam beberapa karya filsafat dan sastranya, terlihat pengaruh sang ilmuwan Yunani tersebut. Abdul Latief juga pernah mengkritik karya ilmuwan Yunani, Galen, dengan tajam. Selain menulis kritikan, Abdul Latief menerjemahkan sejumlah karya para pemikir Yunani, seperti Hippocrates.

Semasa hidupnya, Abdul Latief telah menghasilkan 173 buku yang mencakup bidang kedokteran, sastra, geografi, filsafat, matematika, sains, dan sejarah. Selain itu, ia juga menulis kisah perjalanannya ke berbagai tempat dalam bentuk buku. Para ilmuwan Barat menggambarkan sosok Abdul Latief sebagai seorang genius yang gemar melakukan penelitian dan akrab dengan kajian ilmiah. Ia menulis sebuah buku otobiografi tentang dirinya sendiri.

Abdul Latief wafat pada tahun 1231.

Sumber: Buku Biografi Para Ilmuwan Muslim
Biografi Abu Al-Qasim Al-Zahrawi: Dokter Ahli Bedah Muslim

Biografi Abu Al-Qasim Al-Zahrawi: Dokter Ahli Bedah Muslim

Oktober 28, 2012 0
Nama lengkap Abu al-Qasim al-Zahrawi adalah Abu al-Qasim Khalaf Ibnu Abbas al-Zahrawi. Namun, ia lebih dikenal dengan sebutan Abucasis di Eropa. Al-Zahrawi lahir pada tahun 936 di Kordova, Spanyol. Ia dikenal sebagai seorang dokter dan ahli bedah muslim Spanyol. Ia mengembangkan ilmunya pada masa pemerintahan Abdur Rahman III (912 - 961).

Al-Zahrawi mengawali karirnya sebagai dokter bedah dan pengajar di beberapa sekolah kedokteran. Namanya mulai menjadi bahan perbincangan di dunia kedokteran setelah bukunya yang berjudul at-Tasrif Liman 'Ajiza 'an at-Ta'lif (Metode Pengobatan) diterbitkan. Seketika, buku tersebut menjadi sangat populer. Dalam buku itu, al-Zahrawi menguraikan sejumlah hal baru dalam bidang kedokteran. Buku tersebut merupakan catatan perjalanannya sebagai seorang dokter selama lima puluh tahun. At-Tasrif Liman 'Ajiza 'an at-Ta'lif juga dianggap sebagai ikhtisar ensiklopedi kedokteran. Pada abad pertengahan, At-Tasrif Liman 'Ajiza 'an at-Ta'lif diterjemahkan dalam bahasa Latin. Selanjutnya, sejumlah editor Eropa ikut menerjemahkan karya tersebut dalam bahasa mereka. Buku dengan sejumlah diagram dan ilustrasi berbagai alat bedah yang pernah digunakan Zahrawi ini kemudian menjadi buku wajib mahasiswa kedokteran.

Selain menulis buku, al-Zahrawi juga menciptakan sejumlah alat bantu operasi. Ada tiga kelompok alat yang diciptakannya, yaitu instrumen untuk mengoperasi bagian dalam telinga, instrumen untuk memeriksa internal saluran kencing, dan instrumen untuk membuang sel asing dalam kerongkongan.

Al-Zahrawi juga terkenal sebagai pakar operasi yang piawai mengaplikasikan beragam tekhnik untuk lima puluh jenis operasi yang berbeda. Ia adalah dokter pertama yang menguraikan operasi klasik pada kanker payudara, tekhnik menghilangkan batu ginjal, dan tekhnik membuang kista pada kelenjar tiroid, secara detail. Ia membahas tentang luka dan cara pembedahannya, pengobatan tulang yang remuk, penyakit gigi dan cara pengobatannya, dengan lengkap. Selain itu, ia juga termasuk salah satu tokoh penggagas operasi plastik, atau setidaknya mencanangkan prosedur bedah plastik untuk pertama kali.
Biografi Abu Al-Qasim Al-Zahrawi: Dokter Ahli Bedah Muslim
Sebagai dokter, al-Zahrawi juga menguasai masalah pengobatan gigi. Dalam sebuah bukunya, ia membahas beberapa alat penting dalam perawatan gigi. Misalnya, sebuah alat yang sangat vital dalam operasi gigi yang disebut thereof. Masih dalam buku yang sama, ia juga mendiskusikan beberapa kelainan pada gigi dan bagaimana cara mengoreksinya. Ia juga menciptakan sebuah tekhnik pembuatan gigi palsu dan cara memasangnya.

Di kalangan kedokteran muslim, al-Zahrawi dikenal sebagai tokoh perintis ilmu pengenalan penyakit (diagnostic) dan cara penyembuhan (therapeutic) penyakit telinga. Ia juga merintis pembedahan telinga untuk mengembalikan fungsi pendengaran. Caranya, dengan memperhatikan anatomi saraf-saraf halus (arteries), pembuluh darah (veins), dan otot (tendons), secara seksama. Selain itu, al-Zahrawi dikenal pula sebagai tokoh pelopor pengembangan ilmu penyakit kulit (dermatology). Sehubungan dengan profesinya sebagai dokter, ia juga mengarang sebuah buku tentang ilmu kedokteran dan sejumlah peralatannya. Buku tersebut berbentuk sebuah ensiklopedi medis yang menerangkan dan mendeskripsikan dua ratus peralatan pembedahan yang dilengkapi dengan diagram informasi yang akurat.

Pemikiran al-Zahrawi di bidang kedokteran sangat mempengaruhi sistem pengobatan di Barat. Hingga abad XV, sejumlah silabus pelajaran medis di berbagai universitas di Eropa masih memasukkan salah satu karya al-Zahrawi ke dalamnya, yaitu Kitab al-Mansur.

Al-Zahrawi wafat pada tahun 1013.

Sumber: Buku Biografi Para Ilmuwan Muslim
Biografi Al-Jurjani: Dokter Muslim Penyusun Ensiklopedi Kedokteran

Biografi Al-Jurjani: Dokter Muslim Penyusun Ensiklopedi Kedokteran

September 30, 2012 0
Nama lengkap al-Jurjani adalah Ismail bin al-Husayn Zaynuddin Abu’l Fada’il al-Husayni al-Jurjani. Ia adalah seorang bangsawan yang menguasai ilmu kedokteran. Di Barat, ia dipanggil dengan sebutan Gurgan. Dalam dunia kedokteran, nama al-Jurjani berkibar karena sejumlah karya fenomenal yang diciptakannya. Sepanjang hidupnya, ia meneliti berbagai masalah yang menyangkut dunia pengobatan. Secara detail dan terperinci, ia memaparkan masalah kedokteran dengan tujuan agar menjadi acuan para penerusnya.

Salah satu prestasi yang membuat nama al-Jurjani terkenal adalah keberhasilannya menyusun sebuah kamus besar yang berjudul Qamus al-Thib. Karena kelengkapan kamus ciptaannya tersebut, ia pun dijuluki sebagai Bapak Kamus. Di kemudian hari, Qamus al-Thib diterjemahkan dalam bahasa Turki, Urdu, Ibrani, Latin, dan bahasa Eropa lain. Qamus al-Thib menjadi salah satu buku acuan perkuliahan bagi para mahasiswa kedokteran di banyak negara.

Selain menulis kamus, al-Jurjani juga menulis sebuah buku ensiklopedi. Buku yang berjudul Dakhira-i Khwarizm Shahi itu dianggap sebagai buku karangan al-Jurjani yang paling bersejarah. Buku ini merupakan ensiklopedi kedokteran pertama yang ditulis dalam bahasa Persia dan memuat sekitar 450.000 kata. Ensiklopedi tersebut kemudian diterjemahkan dalam bahasa Arab dan Turki. Adapun ringkasannya diterjemahkan dalam bahasa Ibrani. Dakhira-i Khwarizm Shahi dianggap sebagai buku sumber informasi teori kedokteran dan farmakologi abad pertengahan. Sebagai sumber farmakologi, buku ini memuat nama-nama tumbuhan dan obat dalam bahasa Persia. Karya ini sangat terkenal di Persia dan India. Satu lagi karya ilmiah al-Jurjani adalah al-Khuffi al-Ala’i. Al-Jurjani menulis bukunya dalam bahasa Arab dan Persia.
Biografi Al-Jurjani: Dokter Muslim Penyusun Ensiklopedi Kedokteran
Semasa hidupnya, al-Jurjani telah menghasilkan banyak karya bermutu. Beberapa di antaranya bersifat substansial, terutama yang berkaitan dengan dunia kedokteran dan filsafat. Di kemudian hari, karya al-Jurjani dilestarikan dalam bentuk manuskrip. Sebuah risalah singkat berbahasa Arab yang membicarakan masalah kefanaan dunia karya al-Jurjani, al-Risalah al-Munabbiha, telah ditemukan dan digabungkan dalam sebuah buku biografi oleh al-Bayhaqi.

Pada tahun 1110 (504 H), al-Jurjani berangkat ke Khwarizmi dan bermukim lama di sana. Menurut beberapa sumber, al-Jurjani berteman akrab dengan khalifah Khwarizanshah Qutb al-Din Muhammad. Sebagai bukti persahabatan mereka, al-Jurjani mempersembahkan sebuah karyanya yang berjudul Dakhiri kepada sang khalifah. Selain itu, al-Jurjani juga bersahabat karib dengan Afsiz bin Muhammad, yang memberinya semangat untuk menulis sebuah buku kompendium singkat berjudul al-Khuffi al-Ala’a di kemudian hari.

Sumber: Buku Biografi Para Ilmuwan Muslim

Biografi Ibnu Sa’ati: Dokter Muslim dan Ahli Kunci

September 29, 2012 0
Nama lengkap Ibnu Sa’ati adalah Fakhruddin Ridwan bin Muhammad bin Ali bin Rustam al-Khurasani. Ia dilahirkan di Damaskus, tapi keluarganya berasal dari Khurasan. Keluarga besarnya termasuk kalangan intelektual. Ayahnya adalah seorang ahli pembuat kunci. Salah satu hasil karya ayah Ibnu Sa’ati yang terkenal adalah kunci dan gembok besar yang dipasang di pintu masuk Masjid Besar Damaskus. Barang tersebut dipesan langsung oleh Zangid al-Malik al-Adil Nur ad-Din Mahmud. Hasil karya ayahnya yang lain adalah sebuah jam yang ditempatkan di Bab al-Jairun atau Babus Sya’ah, Damaskus. Selain mahir membuat kunci dan jam, ayah Ibnu Sa’ati juga pakar astronomi.

Berbeda dari sang ayah, Ibnu Sa’ati justru memiliki keahlian di bidang kedokteran. Ia dikenal sebagai seorang dokter yang ahli mendiagnosa penyakit pasiennya. Selain itu, namanya juga terkenal di kalangan pejabat pemerintahan.

Ibnu Sa’ati juga ahli kepustakaan, ilmu logika, dan filsafat. Ia mengumpulkan banyak buku, terutama buku karya para filosof Arab. Buku-buku tersebut tersimpan rapi di perpustakaan pribadinya. Selain itu, ia gemar pula menuliskan pemikirannya tentang logika dan filsafat dalam bentuk risalah. Meskipun demikian, ia juga mewarisi keahlian membuat kunci dari sang ayah. Ia bahkan mampu mereparasi jam karya ayahnya yang dipasang di Bab al-Jairun. Sehubungan dengan keahliannya di bidang mekanik, ia pernah menulis sebuah buku yang menjelaskan tentang kegunaan dan konstruksi jam (1203). Buku ini dinilai sebagai karya monumental di bidang mekanik.

Dalam pemerintahan, Ibnu Sa’ati mempunyai karir yang cemerlang. Berkat kepandaiannya, ia memperoleh kedudukan penting sebagai seorang menteri pada masa pemerintahan al-Malik al-Faiz bin al-Malik al-Adil Muhammad bin Ayyub, yang merupakan keponakan dari Shalahuddin al-Ayyubi. Ia juga menjadi menteri dan dokter pribadi al-Malik al-Muazzam bin al-Malik al-Adil, salah satu saudara al-Faiz.
Biografi Ibnu Sa’ati: Dokter Muslim dan Ahli Kunci
Selain menulis tentang mekanika jam, Ibnu Sa’ati juga pernah menghasilkan sejumlah karya kedokteran. Namun sayang, karya-karyanya di bidang ini sulit ditemukan, demikian pula karyanya di bidang lain. Sebuah karya Ibnu Sa’ati tentang pembuatan kunci yang berjudul Risalah fi Amal as-Sa’ati wa Isti’malih telah diterjemahkan oleh E. Wiedemann dan Frietz Hauser pada tahun 1915.

Seorang saudara lelaki Ibnu Sa’ati yang bernama Baha’ al-Adin Abu al-Hasan Ali dikenal pula dengan nama yang sama, yaitu Ibnu Sa’ati. Namun, saudaranya ini lebih dikenal sebagai penyair yang cukup ternama di Kairo.

Ibnu Sa’ati wafat pada tahun 1230 (627 H) di Damaskus.

Sumber: Buku Biografi Para Ilmuwan Muslim
Biografi Ibnu Jazzar: Dokter Muslim Kaum Fakir

Biografi Ibnu Jazzar: Dokter Muslim Kaum Fakir

September 09, 2012 0
Nama lengkap Ibnu Jazzar adalah Abu Ja’far Ahmad bin Ibrahim bin Abi Khalid Ibnu al-Jazzar. Ia dilahirkan di Qayrawan, Tunisia. Ayahnya adalah seorang dokter. Tak heran, di kemudian hari, ia tertarik mengkaji ilmu kedokteran pula. Ibnu Jazzar mendapat pendidikan dasar dari keluarganya. Selanjutnya, ia menempuh pendidikan formal di bawah bimbingan Ishaq bin Sulayman al-Isra’ili, seorang dokter terkenal keturunan Yahudi. Karena kecerdasan dan ketekunannya, Ibnu Jazzar akhirnya berhasil menjadi seorang dokter yang andal.

Ibnu Jazzar terkenal sebagai seorang dokter yang dermawan, tapi sangat disiplin dan cermat. Ia tidak hanya menjadi dokter dari kalangan elit, tapi juga dari kalangan rakyat jelata dan fakir miskin. Saat menghadapi para pasien, ia selalu sabar mendengarkan keluhan mereka, sebelum kemudian mengobati dengan teliti. Pengalaman tersebut kemudian dituliskannya dalam sejumlah buku. Tanpa diduga, buku-buku yang berisi pengalaman hidupnya itu justru membuat namanya terkenal di dalam dan luar negeri. Di antara karya tersebut, salah satunya adalah Kitab Thibb al-Fukara atau Medicine for the Poor (Obat-obatan Untuk Kaum Fakir). Buku ini dianggap sebagai bukti kepedulian Ibnu Jazzar pada kesehatan kaum miskin. Karya ini termasuk salah satu buku yang sangat popular di abad pertengahan. Al-Adwiya al-Mufrada (Cara Pengobatan Sederhana) juga merupakan karya terkenal Ibnu Jazzar. Di kemudian hari, buku-bukunya itu diterjemahkan dalam bahasa Yunani, Latin, dan Ibrani.
Biografi Ibnu Jazzar: Dokter Muslim Kaum Fakir
Zal al-Musafir wa Qut al-Hadir adalah salah satu karya Ibnu Jazzar yang dianggap fenomenal. Karya ini terdiri dari tujuh jilid buku yang berisi tentang pengobatan berbagai jenis penyakit. Sehubungan dengan hal itu, untuk memperkuat pendapatnya, Ibnu Jazzar mengutip pendapat para dokter ternama pendahulunya. Pada awal abad XI, buku ini diterjemahkan dalam bahasa Yunani, sebelum kemudian menyebar luas hingga ke negara lain. Tak lama kemudian, Zal al-Musafir wa Qut al-Hadir diterjemahkan pula dalam bahasa Ibrani. Pada tahun 1124, buku karya Ibnu Jazzar ini akhirnya diterjemahkan dalam bahasa Latin.

Sejumlah ahli berpendapat kalau keberadaan Zad al-Musafir wa Qut al-Hadir memberikan pengaruh yang kuat bagi perkembangan ilmu kedokteran di Eropa Tengah. Satu jilid buku ini, yaitu tentang demam dan penyakit seksual, diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Arts of Medicine. Buku terjemahan inin kemudian menjadi buku teks terkenal yang menjadi bahan rujukan para mahasiswa ilmu kedokteran di Universitas Oxford dan sejumlah universitas di Bologna, Italia, dan Perancis.

Semasa hidupnya, Ibnu Jazzar menghasilkan sekitar dua puluh judul buku kedokteran.

Sumber: Buku Biografi Para Ilmuwan Muslim
Biografi Ibnu Rusyd: Perintis Ilmu Jaringan Tubuh

Biografi Ibnu Rusyd: Perintis Ilmu Jaringan Tubuh

September 01, 2012 0
Ibnu Rusyd adalah seorang ilmuwan muslim yang cerdas dan menguasai banyak bidang ilmu, seperti al-Quran, fisika, kedokteran, biologi, filsafat, dan astronomi. Ibnu Rusyd lahir pada tahun 1198 di Kordoba, Spanyol. Di Barat, ia dikenal dengan nama Averroes. Ayah Ibnu Rusyd adalah seorang ahli hukum yang cukup berpengaruh di Kordoba. Sementara itu, banyak saudaranya menduduki posisi penting di pemerintahan. Latar belakang keluarganya itulah yang sangat mempengaruhi proses pembentukan tingkat intelektualitas Ibnu Rusyd di kemudian hari. Ibnu Rusyd adalah seorang tokoh perintis ilmu jaringan tubuh (histology). Ia pun berjasa dalam bidang penelitian pembuluh darah dan penyakit cacar.

Abad XII dan beberapa abad sebelumnya adalah zaman keemasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Saat itu, Dinasti Abbasiyah sedang berkuasa, dengan pusat pemerintahan di Semenanjung Andalusia (Spanyol). Para penguasa muslim pada masa itu sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Mereka sering meminta para ilmuwan untuk menggali kembali warisan intelektual Yunani yang masih tersisa. Dengan begitu, nama-nama ilmuwan beserta Yunani beserta karyanya, seperti Aristoteles, Plato, Phytagoras, dan Euclides, masih tetap terpelihara hingga sekarang.

Ibnu Rusyd dapat digolongkan sebagai seorang ilmuwan yang komplit. Selain sebagai seorang ahli filsafat, ia juga dikenal pakar di bidang kedokteran, sastra, logika, ilmu pasti, dan ilmu agama. Sehubungan dengan itu, ia sangat menguasai ilmu tafsir al-Quran dan hadis, juga ilmu hukum dan fikih. Disebabkan kecerdasannya itulah, ia kemudian diangkat menjadi Hakim Agung Kordoba, sebuah jabatan yang pernah dipegang kakeknya pada masa pemerintahan Dinasti al-Murabitun di Afrika Utara. Ibnu Rusyd menjadi hakim agung selama masa pemerintahan Khalifah Abu Ya’kub Yusuf hingga anaknya, Khalifah Abu Yusuf.
Biografi Ibnu Rusyd: Perintis Ilmu Jaringan Tubuh
Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang dokter dan hakim agung, Ibnu Rusyd menyempatkan diri menulis. Ia menghasilkan lebih dari dua puluh buku kedokteran. Salah satunya adalah al-Kulliyyat fi al-Thibb, yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Latin. Buku yang merupakan ikhtisar kedokteran yang terlengkap pada zamannya ini diterbitkan di Padua pada tahun 1255. Sementara itu, salinannya dalam versi bahasa Inggris dikenal dengan judul General Rules of Medicine. Salinan tersebut sempat dicetak ulang sebanyak beberapa kali di Eropa. Para penulis sejarah mengungkapkan kedalaman pemahaman Ibnu Rusyd dalam bidang kedokteran dengan berkata, “Fatwanya dalam ilmu kedokteran dikagumi sebagaimana fatwanya dalam fikih. Semua itu disebabkan kedalaman filsafat dan ilmu kalamnya.”

Ibnu Rusyd juga seorang ahli filsafat yang cerdas. Pada masa itu, buku-buku Aristoteles yang diterbitkan masih sangat sedikit dan sulit dipahami. Menyadari hal itu, Ibnu Rusyd tergerak untuk mengoreksi buku terjemahan karya Aristoteles tersebut bahkan melengkapinya. Ibnu Rusyd juga menerjemahkan dan melengkapi sejumlah karya pemikir Yunani lain, seperti Plato yang mempunyai pengaruh selama berabad-abad.

Pada tahun 1169-1195, Ibnu Rusyd menulis sejumlah komentar terhadap karya-karya Aristoteles, seperti De Organon, De Anima, Phiysica, Metaphisica, De Partibus Animalia, Parna Naturalisi, Metodologica, Rhetorica, dan Nichomachean Ethick. Dengan kecerdasannya, komentar Ibnu Rusyd itu seolah menghadirkan kembali pemikiran Aristoteles secara lengkap. Di sinilah terlihat kemampuan Ibnu Rusyd yang luar biasa dalam melakukan sebuah pengamatan. Di kemudian hari, komentar Ibnu Rusyd tersebut sangat berpengaruh terhadap pembentukan tradisi intelektual kaum Yahudi dan Nasrani. Hal itulah yang kemudian membuka jalan bagi Ibnu Rusyd mengunjungi Eropa untuk mempelajari warisan Aristoteles dan filsafat Yunani.

Ibnu Rusyd juga dikenal sebagai pengkritik Ibnu Sina yang paling bersemangat. Meskipun begitu, ia tetap menghormati karya para pendahulunya. Ia juga tertarik pada gagasan al-Farabi tentang logika. Hal itu selalu memberinya inspirasi untuk berkarya. Ibnu Rusyd adalah seorang filosof yang telah berjasa mengintegrasikan Islam dengan tradisi pemikiran Yunani.

Di bidang ilmu agama, Ibnu Rusyd menghasilkan sejumlah karya, seperti Tahafut at-tahafut, sebuah kitab yang menjawab serangan Abu Hamid al-Ghazali terhadap para filosof terdahulu. Sebagai seorang ahli ilmu agama dan filsafat, Ibnu Rusyd dianggap cukup berhasil mempertemukan hikmah (filsafat) dengan syariat (agama dan wahyu).

Semasa hidupnya, Ibnu Rusyd menghasilkan sekitar 78 karya, yang semuanya ditulis dalam bahasa Arab. Kini, sejumlah karyanya tersimpan rapi di perpustakaan Escurial, Madrid, Spanyol. Tidak banyak yang mengetahui kalau Ibnu Rusyd pernah hidup dalam pembuangan. Ia pernah dibuang di Lecena, Spanyol, karena dianggap murtad dan menghina kepala negara. Ia juga pernah dibuang ke Maroko karena difitnah seseorang.

Ibnu Rusyd wafat pada tahun 1198 (595 H) di kota Marakis, Maroko. Jenazahnya kemudian dibawa ke Andalusia dan dimakamkan di sana.

Sumber: Buku Biografi Para Ilmuwan Muslim
Biografi Ibnu Sina: Bapak Kedokteran

Biografi Ibnu Sina: Bapak Kedokteran

Agustus 26, 2012 0
Di Barat, Ibnu Sina lebih dikenal dengan nama Avicenna. Ia lahir pada tahun 980 di Afghanistan. Pelajaran pertama yang diterimanya adalah pelajaran tentang al-Quran dan sastra, yang diberikan secara privat. Selain itu, ia juga mempelajari ilmu agama, seperti tafsir, fikih, dan tasawuf. Disebabkan kecerdasannya yang luar biasa, Ibnu Sina berhasil menguasai semua ilmu itu ketika umurnya masih sangat belia, yaitu 10 tahun. Setelah itu, Ibnu Sina melanjutkan pendidikannya dengan belajar ilmu hukum, logika, matematika, politik, fisika, kedokteran, dan filsafat. Ibnu Sina dikenal sebagai seorang otodidak yang amat tekun dan cerdas. Konon, ia menguasai ilmu kedokteran dalam waktu satu setengah tahun tanpa bimbingan seorang guru.

Menginjak usia 17 tahun, Ibnu Sina berhasil menangani penyakit khalifah Nuh bin Manshur. Oleh karena itu, ia memperoleh izin untuk belajar di perpustakaan pribadi sang khalifah. Di perpustakaan tersebut, ia berkesempatan mendalami ilmunya. Ia mempelajari semua koleksi buku yang ada di tempat itu. Pada usia 18 tahun, Ibnu Sina telah menguasai seluruh cabang ilmu pengetahuan yang ada pada masanya.

Setelah kematian ayahnya, Ibnu Sina memutuskan untuk meninggalkan Bukhara menuju Jurjan. Dari Jurjan, ia terus mengembara hingga tiba di Khwarazm, sebelum kemudian sampai ke Mamadzan. Selama dalam perjalanan panjang itu, pemikiran filsafat Ibnu Sina semakin bertambah matang. Pada suatu waktu, ia berhasil membangun pemikiran filsafatnya sendiri sebagai suatu sistem yang lengkap dan terperinci.

Pada masa itu, Ibnu Sina menghasilkan sebuah karya besar yang berjudul Qanun fi al-Thibb (Canon of Medicine). Buku ini dianggap sebagai “buku suci” ilmu kedokteran dan dijadikan buku pegangan para mahasiswa kedokteran Eropa. Buku yang disebut sebagai ensiklopedi kedokteran ini telah menguasai dunia ilmu pengobatan Eropa selama kurang lebih 500 tahun. Qanun fi al-Thibb bahkan sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, seperti Ibrani, Latin, Perancis, Spanyol, Itali, dan sebagainya. Sejak zaman Dinasti Han di Cina, buku ini menjadi buku standar kedokteran Cina. Teori anatomi dan fisiologi yang tertulis di dalamnya telah mendasari sebagaian besar analogi manusia terhadap negara. Qanun fi al-Thibb atau Canon of Medicine juga pernah diterbitkan di Roma (1593) dan di India (1323). Salah satu pernyataan dalam buku ini yang menjadi dasar bagi sejumlah teori kedokteran adalah bahwa darah mengalir secara terus-menerus dalam suatu lingkaran dan tidak akan pernah berhenti.
Biografi Ibnu Sina: Bapak Kedokteran
Ibnu Sina juga menulis sebuah buku tentang penyakit saraf (neurasthenia). Buku tersebut membahas sejumlah metode pembedahan yang menegaskan perlunya luka dibersihkan (disifection) agar steril. Proses ini dsebut sterilisasi.

Selain dikenal sebagai seorang filosof dan dokter, Ibnu Sina adalah seorang menteri pula. Ia memegang jabatan tersebut pada masa pemerintahan Syamsuddaulah di Hamadzan. Namun, di sela-sela semua kesibukannya, Ibnu Sina terus menghasilkan karya. Pada masa itu, ia menulis sebuah karya filsafat monumentalnya yang berjudul asy-Syifa. Di dalam buku ini, Ibnu Sina mengulas berbagai macam ilmu, seperti logika, fisika, matematika, dan metafisika ketuhanan, secara mendalam. Di kemudian hari, buku ini diterbitkan di Roma (1593) dan di Mesir (1331). Adapun bagian khusus metafisika dan fisika pernah dicetak dalam cetakan batu di Teheran. Sementara itu, pasal keenam dari bagian fisika, yang merupakan landasan pembentukan psikologi modern, diterbitkan oleh Lembaga Keilmuwan Cekoslovakia di Praha, sebelum kemudian diterjemahkan dalam bahasa Perancis. Pada tahun 1951, pemerintah Mesir dan Arab membentuk panitia penyunting asy-Syifa di Kairo.

Keaslian pemikiran Ibnu Sina mengundang kekaguman para ahli Barat dan Timur. Buku terakhir karya Ibnu Sina yang paling baik menurut para filosof dunia adalah al-Isyarat wat-Tanbihat. Pada tahun 1892, buku ini diterbitkan di Leiden. Terakhir, al-Isyarat wat-Tanbihat diterbitkan di Kairo pada tahun 1947.

Di tengah semua kesibukannya itu, Ibnu Sina tiba-tiba jatuh sakit. Ia wafat pada tahun 1037 (428 H) di Hamadzan. Pada tahun 1955, Ibnu Sina dinobatkan sebagai Father of Doctors (Bapak Kedokteran). Sebuah monumen pun dibangun untuknya. Peristiwa tersebut terjadi dalam rangka memperingati 1.000 tahun kelahiran Ibnu Sina (Fair Millenium) di Teheran.

Sumber: Buku Biografi Para Ilmuwan Muslim
Biografi Zakariyya Ar-Razi: Perintis Kedokteran Islam

Biografi Zakariyya Ar-Razi: Perintis Kedokteran Islam

Agustus 20, 2012 0
Ar-Razi dilahirkan pada tahun 846 di Rayy, dekat Teheran, Iran. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakariyya ar-Razi. Di Barat, ia dikenal dengan sebutan Razhes. Ia juga sering dijuluki sebagai Galen-nya Arab. Galen adalah seorang dokter dan filosof Yunani yang sangat terkenal. Sejak kecil, ar-Razi telah menunjukkan minat yang besar terhadap ilmu pengetahuan.

Di bidang medis, ar-Razi mencurahkan segenap pikirannya untuk mendiagnosa penyakit cacar. Dalam salah satu karyanya, ar-Razi memberikan sebuah informasi yang amat menarik perhatian para peneliti, yaitu tentang small-pox (penyakit cacar). Sehubungan dengan itu, ia pun dianggap sebagai dokter pertama yang meneliti penyakit tersebut. Ar-Razi membedakan penyakit cacar menjadi cacar air (variola) dan cacar merah (rougella).

Ar-Razi juga menulis sejumlah karya. Salah satunya adalah aj-Judari wa al-Hasbah (Cacar dan Campak), yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh J. Ruska dan diterbitkan dengan judul ar-Razi's Buch: Geheimnis der Gehemnisse. Sejak tahun 1498-1866, aj-Judari wa al-Hasbah versi bahasa Inggris telah dicetak sebanyak empat puluh kali. Buku inilah yang memberikan pengetahuan tentang seluk-beluk penyakit cacar kepada para dokter Eropa.

Selain memperkenalkan penyakit cacar, ar-Razi juga melakukan pengobatan khas dengan pemanasan syaraf dan menganggap penting pengobatan penyakit kepala pening. Lagi-lagi, ia adalah dokter pertama yang melakukan kedua hal tersebut. Selain itu, ia juga diduga sebagai dokter pertama yang mendiagnosa penyakit tekanan darah tinggi.

Ar-Razi mengungkapkan tentang kai, yaitu pengobatan serupa akupuntur. Ia memanfaatkan pengetahuannya tentang titik-titik penting pada tubuh manusia untuk pengobatan. Caranya, ia menusuk titik tersebut dengan sebatang besi yang pipih dan runcing, yang sebelumnya telah dipanaskan dengan minyak mawar atau minyak cendana. Selain itu, ar-Razi memaparkan pula tentang beberapa macam luka, penggunaan kayu pengapit dan penyangga (spalk) untuk keperluan patah tulang, serta injeksi erethal (saluran kencing dan sperma). Lebih jauh lagi, ia menguraikan tentang jenis sakit perut yang disebutnya batr (potong) dan fatg (koyak). Ia juga menulis buku mengenai penyakit anak-anak.
Biografi Zakariyya Ar-Razi: Perintis Kedokteran Islam
Selama hidupnya, ar-Razi telah mengarang sekitar dua ratus buku ilmiah. Salah satu di antaranya adalah al-Hawi (Buku Menyeluruh) yang terdiri dari dua puluh jilid. Al-Hawi pun dianggap sebagai karya terbesar ar-Razi. Buku ini juga dianggap sebagai intisari ilmu Yunani, Syiria, dan Arab. Kurang lebih setengah abad setelah kematiannya, buku terjebut baru ditemukan dua jilid, sebelum akhirnya ditemukan lagi beberapa jilid. Karya ar-Razi tersebut tersimpan di berbagai tempat di Eropa.

Keunggulan karya ar-Razi membuat kalangan istana kekristenan Eropa menaruh perhatian besar. Keberadaan buku tersebut dirasakan penting bagi para tabib yang ditugaskan untuk menjaga kesehatan raja. Setelah peristiwa Perang Salib, raja-raja di Eropa memerintahkan agar semua karya ar-Razi diterjemahkan dalam bahasa Latin, yang merupakan bahasa resmi ilmu pengetahuan Eropa pada masa itu.

Buku karya ar-Razi lainnya adalah ensiklopedi kedokteran yang terdiri dari sepuluh jilid. Jilid kesembilan buku itu diterbitkan bersama al-Qanun fith-Thibb karya Ibnu Sina. Hingga abad XVI, buku tersebut masih dijadikan pegangan dasar mahasiswa kedokteran di sejumlah universitas Eropa. Lewat buku tersebut, orang Eropa mulai mengetahui kebesaran dan keagungan nama ar-Razi, seorang dokter muslim.

Selain karya di atas, ar-Razi juga menghasilkan beberapa karya, seperti al-Thibbur Ruhani (Pengobatan Rohani), Sirrul Asrar (Rahasia Segala Rahasia), Nafis fi Hisbah wal Jadari (Pengobatan Campak dan Cacar), dan Man la Yahdhuruhuth (Pengobatan Alternatif Ketika Tidak Ada Dokter). Sirrul Asrar adalah sebuah buku yang berisi sejumlah percobaan kimia yang pernah dilakukan ar-Razi, sedangkan Man la Yadhuruhuth adalah sebuah buku pengobatan bagi orang-orang miskin. Dalam buku tersebut, ar-Razi menyarankan jenis pengobatan alternatif, yaitu pengobatan dengan memakai obat-obatan yang berasal dari alam. Setiap tulisan ar-Razi adalah hasil rangkuman sejumlah teori kedokteran yang telah dicoba keabsahan dan kebenarannya lewat eksperimen.

Selain menulis buku, ar-Razi juga menciptakan berbagai jenis obat. Ia juga berhasil menemukan cara membuat alkohol. Di kemudian hari, penemuan tersebut ditindaklanjuti oleh Arnol Pilinov. Pada abad XIII, alkohol menjadi populer.

Memasuki usia senja, ar-Razi terserang penyakit katarak. Akibatnya, kedua matanya buta. Ketika beberapa teman menganjurkannya untuk mengobati penyakit tersebut, konon ar-Razi menjawab: "Tidak, aku sudah demikian lama melihat seluruh dunia ini sehingga aku lelah karenanya." Ar-Razi wafat pada tahun 925 di kota kelahirannya. Pengabdian dan kejeniusan ar-Razi diakui dunia Barat hingga kini. Ia pun disebut sebagai tokoh perintis ilmu kedokteran terbesar dari dunia Islam.

Sumber: Buku Biografi Para Ilmuwan Muslim
Biografi Abi Mahasin: Dokter Muslim Spesialis Mata

Biografi Abi Mahasin: Dokter Muslim Spesialis Mata

Agustus 18, 2012 0
Nama lengkap Abu Mahasin adalah Khalifah bin Abi al-Mahasin al-Halabi. Ia dikenal sebagai seorang dokter spesialis mata yang berasal dari Aleppo. Abi Mahasin diduga mempunyai hubungan keluarga dengan Ibnu Abi Ushaybi'ah, seorang bibliografer dan ahli kedokteran muslim.

Masyarakat menganggap Abu Mahasin adalah seorang dokter pintar karena ia selalu bisa menganalisa dan mendiagnosa penyakit yang dialami para pasiennya dengan tepat. Ia bahkan mampu membuat orang-orang yang datang berobat padanya merasa puas dan tenang. Para pasiennya itulah yang kemudian menjadi motor penggerak utama Abi Mahasin untuk mendalami cabang ilmu kedokteran lain, hingga menjadi seorang dokter ahli mata. Abi Mahasin dikenal sebagai sosok dokter yang dermawan dan merakyat. Pasiennya datang dari berbagai pelosok negeri dan dengan status sosial yang beragam. Tanpa mengenal lelah, ia melayani semua pasiennya dengan baik.

Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang dokter, Abi Mahasin selalu menyempatkan diri untuk membaca dan belajar. Ia tidak hanya mempelajari ilmu kedokteran melalui praktek medisnya, tapi juga berusaha mengembangkannya melalui studi pustaka dan pendidikan formal. Tidak hanya itu, ia masih sempat pula membagi ilmunya ke sejumlah murid. Abi Mahasin juga selalu menuliskan pengalamannya sehari-hari sebagai dokter dalam bentuk buku.
Biografi Abi Mahasin: Dokter Muslim Spesialis Mata
Sekitar tahun 1256-1275 (654-574 H), Abi Mahasin mulai produktif menulis buku kedokteran, terutama ilmu kedokteran khusus mata. Dalam bukunya tersebut, ia selalu mencantumkan semacam petunjuk dan panduan memilih obat yang tepat sesuai dengan jenis penyakit yang diderita.

Buku al-Kafi fi al-Kuhl (fi al-Thibb) adalah salah satu karyanya di bidang opthalmologi (ilmu kedokteran mata). Dalam buku ini, ia memberikan sketsa ringkas mengenai sejarah opthalmologi Arab. Ia juga menguraikan beberapa masalah, seperti anatomi, fisiologi (ilmu fa'al tubuh), dan kesehatan mata secara lengkap. Ia juga menuliskan daftar obat-obatan yang bisa menyembuhkan suatu penyakit mata tertentu dan memberikan gambaran tentang beragam jenis operasi mata yang dapat dilakukan. Misalnya, operasi mata untuk menyembuhkan penyakit katarak. Di beberapa bagian buku, Abi Mahasin juga memasukkan sejumlah gambar dan ilustrasi yang menunjang isi buku. Pada masa itu, karya Abi Mahasin dianggap sebagai karya ilmiah yang berkualitas tinggi.

Di kemudian hari, sejumlah manuskrip karya Abi Muhasin diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Salah satunya adalah bahasa Jerman, yang dilakukan oleh J. Hirschberg dan rekannya. Buku karya Abi Mahasin pun dijadikan bahan acuan oleh para dokter mata, baik di Arab maupun di Eropa. Keberadaan karya Abi Mahasin tentu saja berpengaruh pada perkembangan opthalmologi di kemudian hari.

Sumber: Buku Biografi Para Ilmuwan Muslim