Sistem pengelolaan lahan hutan yang direncanakan oleh pemerintah ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat dengan berasaskan kelestarian hasil hutan dari aspek ekosistem, kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya alam yang demokratis, keadilan sosial, akuntabilitas publik serta kepastian hukum, dengan tujuan untuk pemberdayaan masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan dengan tetap menjaga kelestarian hasil hutan dan lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Hasil hutan kayu sudah memberikan kontribusi yang besar untuk devisa Negara Indonesia selama beberapa dekade, oleh sebab itu kayu diistilahkan “Major Forest Product”. Walau demikian hasil hutan lainnya yang dikenal dengan sebutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) lebih bernilai dari pada kayu dalam jangka panjang. Mengingat pemungutannya tidak memerlukan perizinan yang rumit sebagaimana dalam pemungutan hasil hutan kayu (Timber), masyarakat hutan biasanya bebas memungut dan memanfaatkan HHBK dari dalam hutan. Masyarakat tidak dilarang memungut dan memanfaatkan HHBK baik di dalam hutan produksi atau hutan lindung, kecuali di dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Oleh sebab itu, selain menjadi sumber devisa untuk negara, HHBK adalah sumber penghidupan untuk jutaan masyarakat hutan (Oka dan Achmad, 2005).
Pemerintah sejak tahun 1960-an sudah mengembangkan hutan rakyat sebagai kegiatan penghijauan untuk mengatasi lahan kritis pada lahan milik masyarakat (Awang et al. 2002). Kegiatan penghijauan adalah upaya memulihkan atau memperbaiki keadaan lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan penanaman dan bangunan konservasi tanah agar dapat berfungsi sebagai media produksi dan sebagai media pengatur tata air baik serta upaya mempertahankan dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan penghijauan yang dilaksanakan pemerintah memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penyediaan bahan baku industri dan peningkatan mutu lingkungan. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman keras, MPTS (Multi Purpose Trees Species) dan buah-buahan (Kemenhut, 2010). Menurut Lahjie (2000), partisipasi masyarakat lokal hanya akan terjadi jika masyarakat mempunyai kemampuan berpartisipasi dan mempunyai pengetahuan mengenai apa yang dikerjakan dan bagaimana caranya, ada intensif yang tepat untuk mendorong mereka dan tersedia instansi-instansi untuk mendukung dan mempertahankan kegiatan mereka.
Pemilihan jenis tanaman didasarkan pada nilai ekonomi yang banyak disukai dan harga yang cukup tinggi, selain itu tanaman juga disesuaikan dengan kondisi tanah di daerah itu. Namun untuk mengetahui apakah model pengusahaan hutan ini baik atau tidak, tentu diperlukan analisa lebih jauh mengenai tingkat keuntungan dan kelayakan usahanya.
Pengembangan tanaman buah-buahan berakibat positif pada peningkatan pendapatan petani, perbaikan gizi masyarkat, perluasan lapangan kerja dan usaha, pengurangan impor, pengembangan agribisnis, dan agroindustri, serta peningkatan ekspor nonmigas. Serapan pasar pada buah di dalam dan di luar negeri cukup tinggi, namun belum diimbangi oleh ketersediaan produksi yang memadai. Bahkan di pasar luar negeri kontribusi buah Indonesia sangat kecil.
Pada tahun 1993 nilai impor buah-buahan dunia mencapai US $ 28 miliar, andil Indonesia baru sekitar US $ 114 juta atau kurang dari 0,5% (Rukmana, 1996). Buah durian sudah tidak asing lagi untuk masyarakat Indonesia dan internasional, daging buahnya yang manis dan aromanya yang khas serta bentuk buahnya menjadi ciri utamanya, tidak salah bilamana durian di dunia internasional dikenal dengan istilah “King of Fruit”. Permintaan pasar komoditas ini baik dalam atau luar negeri terus meningkat, beberapa negara di Eropa Timur, Belanda, Kanada, Saudi Arabia, Jepang dan Singapura adalah pasar potensial. Negara pengekspor durian saat ini adalah Indonesia, Thailand dan Malaysia, namun demikian peluang pasar ini belum dapat digunakan sepenuhnya sebab belum memenuhi standar ekspor dan produktivitasnya masih rendah (5 ton/ha), dibandingkan negara Thailand yang mencapai 35 ton per hektar.
Hal ini disebabkan teknik budidaya yang diterapkan masih sangat rendah, dan hasil durian yang sekarang ini berasal dari pohon durian yang sudah tua yang tumbuh liar dan sebagian kecil dalam bentuk usaha pekarangan yang tidak dirawat dengan baik.
Durian (Durio zibethinus) adalah salah satu komoditas horticultural yang mempunyai prospek yang cukup cerah untuk menjadi komoditas unggulan, baik untuk tujuan ekspor atau kebutuhan dalam negeri. Hal ini disebabkan sebab pasar buah durian masih sangat luas, selain harga jualnya tergolong tinggi.
Hasil hutan kayu sudah memberikan kontribusi yang besar untuk devisa Negara Indonesia selama beberapa dekade, oleh sebab itu kayu diistilahkan “Major Forest Product”. Walau demikian hasil hutan lainnya yang dikenal dengan sebutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) lebih bernilai dari pada kayu dalam jangka panjang. Mengingat pemungutannya tidak memerlukan perizinan yang rumit sebagaimana dalam pemungutan hasil hutan kayu (Timber), masyarakat hutan biasanya bebas memungut dan memanfaatkan HHBK dari dalam hutan. Masyarakat tidak dilarang memungut dan memanfaatkan HHBK baik di dalam hutan produksi atau hutan lindung, kecuali di dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Oleh sebab itu, selain menjadi sumber devisa untuk negara, HHBK adalah sumber penghidupan untuk jutaan masyarakat hutan (Oka dan Achmad, 2005).
Pemerintah sejak tahun 1960-an sudah mengembangkan hutan rakyat sebagai kegiatan penghijauan untuk mengatasi lahan kritis pada lahan milik masyarakat (Awang et al. 2002). Kegiatan penghijauan adalah upaya memulihkan atau memperbaiki keadaan lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan penanaman dan bangunan konservasi tanah agar dapat berfungsi sebagai media produksi dan sebagai media pengatur tata air baik serta upaya mempertahankan dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan penghijauan yang dilaksanakan pemerintah memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penyediaan bahan baku industri dan peningkatan mutu lingkungan. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman keras, MPTS (Multi Purpose Trees Species) dan buah-buahan (Kemenhut, 2010). Menurut Lahjie (2000), partisipasi masyarakat lokal hanya akan terjadi jika masyarakat mempunyai kemampuan berpartisipasi dan mempunyai pengetahuan mengenai apa yang dikerjakan dan bagaimana caranya, ada intensif yang tepat untuk mendorong mereka dan tersedia instansi-instansi untuk mendukung dan mempertahankan kegiatan mereka.
Pemilihan jenis tanaman didasarkan pada nilai ekonomi yang banyak disukai dan harga yang cukup tinggi, selain itu tanaman juga disesuaikan dengan kondisi tanah di daerah itu. Namun untuk mengetahui apakah model pengusahaan hutan ini baik atau tidak, tentu diperlukan analisa lebih jauh mengenai tingkat keuntungan dan kelayakan usahanya.
Pengembangan tanaman buah-buahan berakibat positif pada peningkatan pendapatan petani, perbaikan gizi masyarkat, perluasan lapangan kerja dan usaha, pengurangan impor, pengembangan agribisnis, dan agroindustri, serta peningkatan ekspor nonmigas. Serapan pasar pada buah di dalam dan di luar negeri cukup tinggi, namun belum diimbangi oleh ketersediaan produksi yang memadai. Bahkan di pasar luar negeri kontribusi buah Indonesia sangat kecil.
Pada tahun 1993 nilai impor buah-buahan dunia mencapai US $ 28 miliar, andil Indonesia baru sekitar US $ 114 juta atau kurang dari 0,5% (Rukmana, 1996). Buah durian sudah tidak asing lagi untuk masyarakat Indonesia dan internasional, daging buahnya yang manis dan aromanya yang khas serta bentuk buahnya menjadi ciri utamanya, tidak salah bilamana durian di dunia internasional dikenal dengan istilah “King of Fruit”. Permintaan pasar komoditas ini baik dalam atau luar negeri terus meningkat, beberapa negara di Eropa Timur, Belanda, Kanada, Saudi Arabia, Jepang dan Singapura adalah pasar potensial. Negara pengekspor durian saat ini adalah Indonesia, Thailand dan Malaysia, namun demikian peluang pasar ini belum dapat digunakan sepenuhnya sebab belum memenuhi standar ekspor dan produktivitasnya masih rendah (5 ton/ha), dibandingkan negara Thailand yang mencapai 35 ton per hektar.
Hal ini disebabkan teknik budidaya yang diterapkan masih sangat rendah, dan hasil durian yang sekarang ini berasal dari pohon durian yang sudah tua yang tumbuh liar dan sebagian kecil dalam bentuk usaha pekarangan yang tidak dirawat dengan baik.
Durian (Durio zibethinus) adalah salah satu komoditas horticultural yang mempunyai prospek yang cukup cerah untuk menjadi komoditas unggulan, baik untuk tujuan ekspor atau kebutuhan dalam negeri. Hal ini disebabkan sebab pasar buah durian masih sangat luas, selain harga jualnya tergolong tinggi.