Inovasi pembelajaran sangat diperlukan dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa, terutama untuk menjadikan pembelajaran memiliki kesan
pembelajaran lebih lama diingat oleh siswa perguruan tinggi menengah (Bain,
dkk, 2005). Inovasi pembelajaran sangat mendesak terutama dalam menghasilkan
pembelajaran inovatif yang dapat memberikan hasil belajar lebih baik,
peningkatan efisiensi dan efektivitas pembelajaran menuju pembaharuan.
Agar pembelajaran mata kuliah matematika optimal, maka
pembelajaran matematika harus inovatif disesuaikan dengan pokok bahasan yang
diajarkan di dalam meningkatkan prestasi belajar para mahasiswa di perhuruan
tinggi (Wood, 2005).
Sebagai usaha dalam meningkatkan prestasi belajar mahasiswa maka setiap dosen
matematika yang mengajar di dalam kelas harus selalu waspada terhadap materi
pelajaran yang sedang dan akan diajarkan kepada mahasiswa (Boyce, dkk. 1997). Untuk itu diperlukan inovasi
pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar Mahasiswa di dalam mata
pelajaran matematika sehingga terjadi pergeseran pembelajaran dari belajar
formal menuju pembelajaran mandiri (Talanquer, dkk, 2003). Dengan model
pembelajaran yang interaktif dan komunikatif maka siswa akan dapat termotivasi
belajar matematika yang pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar
matematika.
Untuk mengoptimalkan pengajaran matematika di perguruan tinggi maka
perlu dilakukan inovasi pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum tahun
2013 agar penyampaian mata kuliah menjadi komunikatif dan dapat memotivasi
siswa belajar matematika sehingga konsep-konsep dasar matematika dapat dipahami
dan diterima oleh mahasiswa dengan mudah sebagai usaha untuk meningkatkan
kompetensi siswa pada setiap mata kuliah di jurusan matematika. Pembelajaran
matematika yang inovatif diharapkan akan dapat dipergunakan oleh dosen-dosen perguruan
tinggi dalam penyampaian materi mata kuliah matematika kepada mahasiswa di
dalam kelas.
2.1. Inovasi Pembelajaran Matematika
Inovasi dalam pendidikan sering dihubungkan dengan
pembaharuan yang berasal dari hasil pemikiran kreatif, temuan dan modifikasi
yang memuat ide dan metode yang dipergunakan untuk mengatasi suatu permasalahan
pendidikan melalui suatu rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk
membangun, mendisain bahan instruksional dan sebagai pengarah terhadap kegiatan
pembelajaran di dalam kelas atau di luar kelas (Joice dan Weil, 1980).
Pembelajaran yang inovatif harus dapat berfungsi sebagai alat komunikasi dalam
penyampaian materi pelajaran. Agar inovasi pembelajaran berhasil optimum sesuai
dengan tujuan yang diinginkan maka beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam
inovasi seperti rasional teoritis, landasan pemikiran pembelajaran dan
lingkungan belajar. Pembelajaran yang inovatif dapat diakui apabila dapat
dipergunakan secara luas dalam pembelajaran dan terbukti efektif dalam
meningkatkan hasil belajar (prestasi belajar siswa). Dengan demikian, inovasi
pembelajaran sebaiknya fleksibel dan bertanggungjawab terhadap hasil dan tujuan
pembelajaran sehingga penyampaian materi menjadi terfokus.
Sebagai dosen dan orang yang menekuni bidang pendidikan
maka kita harus selalu waspada terhadap materi pelajaran, khususnya mata
pelajaran matematika yang sedang dan akan diajarkan kepada siswa. Dengan
demikian, selain menyampaikan materi pelajaran, seorang dosen, khususnya dosen Mata
kuliah statistika, harus berusaha dan terbeban untuk mengembangkan topik
pelajaran matematika dan pembelajarannya agar memberikan hasil belajar yang
optimum terhadap siswa (Doerr dan Thompson, 2004). Untuk mengembangkan
penguasaan konsep matematika yang baik dibutuhkan komitmen siswa dalam memilih
belajar menjadi sesuatu yang “berarti”, yaitu dengan cara meningkatkan kemauan
siswa mencari hubungan konseptual antara pengetahuan yang dimiliki dengan yang
dipelajari di dalam kelas (Zaslavsky dan Leikin, 2004).
Untuk mencapai tujuan ini maka diperlukan inovasi
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan siswa belajar dengan mudah dan
efisien berdasarkan pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan dalam proses
pembelajaran. Agar inovasi pembelajaran berhasil optimum sesuai dengan tujuan
yang diinginkan maka beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam inovasi seperti
rasional teoritis, landasan pemikiran pembelajaran dan lingkungan belajar.
Pembelajaran yang inovatif dapat diakui apabila dapat dipergunakan secara luas
dalam pembelajaran dan terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar
(prestasi belajar siswa). Dengan demikian, inovasi pembelajaran sebaiknya
fleksibel dan bertanggungjawab terhadap hasil dan tujuan pembelajaran sehingga
penyampaian materi menjadi terfokus (Joice dan Weil, 1980).
Inovasi pembelajaran matematika adalah suatu pendekatan
pengajaran meliputi strategi, metode dan prinsip pengajaran yang dipergunakan
dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika memiliki kelebihan dalam
tiga aspek, yaitu (1) pembelajaran pemecahan masalah, (2) pembelajaran
berdasarkan pengalaman, dan (3) pembelajaran berbasis individu dan kerjasama (Kazemi dan Franke, 2004). Pembelajaran pemecahan masalah dilakukan untuk menuntun siswa melakukan
penyelidikan melalui permasalahan bermakna yang diajukan oleh dosen yang akan
membawa siswa pada situasi nyata sehingga dapat menuntun siswa membangun
pengetahuan dan ketrampilan melalui pembelajaran mandiri. Pembelajaran
berdasarkan pengalaman dilakukan untuk menjelaskan pengalaman belajar yang
dimiliki dosen kepada siswa yang disampaikan melalui demonstrasi sehingga siswa
memperoleh pengetahuan dan ketrampilan standar dalam melakukan kegiatan
akademik. Pembelajaran berbasis individu dan kerjasama dilakukan untuk membantu
siswa memahami konsep materi pelajaran yang sulit, terutama bagi siswa dengan
tingkat kemampuan akademik berbeda, sehingga memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen secara mandiri melalui
kegiatan kelas yang mampu membawa siswa untuk dapat belajar aktif sehingga
terjadi interaksi diantara siswa (Giancarlo dan Slunt, 2004). Inovasi
pembelajaran matematika mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan
teknologi. Beberapa inovasi pembelajaran yang telah berhasil dipergunakan dalam
pembelajaran matematika diantaranya adalah (a) Pembelajaran kontekstual, (b)
Pembelajaran menggunakan media, dan (c) Pembelajaran berbasis teknologi
informasi (web), Masing-masing pembelajaran yang akan diinovasi ini akan
dijelaskan secara singkat berikut ini.
2.2.
Pembelajaran Kontekstual
Penerapan
pembelajaran kontekstual di negara maju telah terbukti mampu meningkatkan minat
dan prestasi belajar siswa. Pendekatan ini menekankan cara belajar di perguruan
tinggi dikontekskan ke dalam situasi nyata, sehingga hasil belajar dapat lebih
diterima dan berguna bagi siswa (Blanchard, 2001; Depdiknas, 2002).
Pembelajaran kontekstual adalah konsepsi pembelajaran yang membantu dosen
menghubungkan materi dengan situasi dunia yang nyata dan memotivasi siswa agar
menghubungkan pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga
dan masyarakat (Sears dan Susan, 2000; Johnson, 2002). Pembelajaran kontekstual
merupakan integrasi dari banyak praktik pembelajaran yang baik sebagai upaya
pembaharuan pendidikan, yang
dimaksudkan untuk meningkatkan relevansi dan manfaat fungsional dari pendidikan
bagi selu-ruh siswa (Corebima, 2002). Pembelajaran kontekstual akan
memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan
keterampilan akade-mik mereka dalam berbagai tatanan di perguruan tinggi
ataupun di luar perguruan tinggi agar dapat memecahkan masalah-masalah nyata
atau yang disimulasikan (Nur, 2001; Johnson, 2002). Penggunaan pembelajaran
kontekstual memiliki potensi untuk mengembangkan ranah pengetahuan,
keterampilan, sikap, nilai, dan kreativitas dalam memecahkan masalah yang
terkait dengan kehidupan sehari-hari (Susilo, 2001). Pembelajaran kontekstual
menekankan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin,
pengumpulan, penganalisisan, pensintesisan informasi, dan data dari berbagai
sumber dan pandangan.
Komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan
pembelajaran kontekstual di kelas adalah konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning),
menemukan (Inquiry), masyarakat
belajar (Learning Community),
pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection), dan penilaiaan sebenarnya (Authentic Assesment) (Huffman dan
Kalnin, 2003). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual jika
menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya (Nurhadi, 2002;
Nurhadi dan Senduk, 2003). Konstructivisme merupakan landasan berpikir
(filosofi) pembelajaran kontekstual. Bertanya (Questioning) merupakan induk dari pembelajaran kontekstual, awal
dari pengetahuan dan aspek penting dari pembelajaran. Bertanya merupakan
strategi mengajar yang umum dan dapat diterapkan dalam pembelajaran, penggunaan
dan pengembangan teknik bertanya akan memperbaiki kualitas belajar siswa.
Menemukan (inkuiry) merupakan bagian
inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual. Kegiatan inkuiri terdiri dari
langkah merumuskan masalah, mengumpulkan data melalui observasi, menganalisis
dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya
lainnya, serta mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya kepada pembaca,
teman sekelas, atau audiens yang lain
(Nurhadi dan Senduk, 2003). Kegiatan pembelajaran kontekstual dilakukan dalam
kelompok belajar dengan proses komunikasi dua arah. Dalam penelitian ini,
refleksi siswa dituliskan dalam bentuk jurnal belajar pada setiap akhir
pertemuan, yang merupakan pernyataan langsung tentang apa yang diperolehnya
hari itu. Penilaian pembelajaran kontekstual disebut penilaian autentik
bertujuan untuk menyediakan informasi yang benar dan akurat mengenai apa yang
diketahui dan dapat dilakukan siswa. Berbagai teknik penilaian autentik dapat
dilakukan, yaitu penilaian kinerja, observasi sistemik, portopolio, dan jurnal
belajar melalui proyek/kegiatan dan laporannya, pekerjaan rumah, kuis, karya
siswa, presentasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil
tes tulis, dan karya tulis (Depdiknas, 2002).
2.3.
Pembelajaran Menggunakan Media Peta Konsep
Media pendidikan dapat dipergunakan untuk membangun
pemahaman dan penguasaan objek pendidikan. Beberapa media pendidikan yang
sering dipergunakan dalam pembelajaran diantaranya media cetak, elektronik,
model dan peta (Lagrange, 2005; Kreyenhbuhl, 1991).
Salah satu media yang dapat dipergunakan dalam
pembelajaran adalah peta konsep. Penggunaan media petakonsep di dalam
pendidikan sudah dilakukan sejak tahun 1977, yaitu dalam pengajaran Biologi (Novak,
1977), dan sejak itu media petakonsep berkembang dan telah dipergunakan dalam
pembelajaran matematika (Cardellini, 2004). Media petakonsep bertujuan untuk
membangun pengetahuan siswa dalam belajar secara sistematis, yaitu sebagai
teknik untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam penguasaan konsep belajar dan
pemecahan masalah (Pandley, dkk.
1994). Langkah yang dilakukan dalam inovasi pembelajaran dengan media
petakonsep adalah memikirkan ‘pusat’ topik yang akan diajarkan kemudian
menuliskan kata, peristilahan dan rumus yang memiliki arti, yaitu yang
mempunyai hubungan dengan konsep inti, dan pada akhirnya membentuk satu peta
hubungan integral dan saling terkait antara konsep atas-bawah-samping
(Situmorang, dkk., 2000).
Peta konsep
memiliki banyak keunggulan antara lain memberikan pembelajaran yang
terpadu dan berarti, memstimulasi agar ide-ide siswa dapat berkembang,
meningkatkan daya kreativitas, membantu pemahaman dalam topik-topik yang
dipelajari serta menghubungkannya, dan juga dapat digunakan sebagai alat untuk
melihat struktur kemamampuan dan pemahaman siswa (Kaur, 2012).
2.4. Pemahaman Konsep dan Kreativitas
Kata kreativitas
(creativity) bermakna mempunyai sifat kreatif (creative) yang berasal dari kata
to create (mencipta). Berdasarkan etimologi kemampuan kreativitas berarti
kemampuan menciptakan sesuatu (ide-cara-produk) yang baru. Jadi, konotasi
kreativitas berhubungan dengan sesuatu yang baru yang sifatnya orisinal. Kajian
kreativitas merupakan kajian yang kompleks sehingga bisa menimbulkan berbagai
pandangan-pendapat, tergantung dari sisi mana mereka membahasnya dan teori yang
menjadi acuannya. Kemampuan kreativitas menurut Munandar (dalam Reni, A, 2001)
berkenaan dengan tiga hal, yaitu mengkombinasi, memecahkan masalah, dan
operasional. Kemampuan mengkombinasi berdasarkan data atau unsur-unsur yang
ada, kemampuan memecahkan masalah berdasarkan informasi yang ada menemukan
keragaman solusi dengan penekanan pada aspek kualitas dan efektivitas,
kemampuan operasional berdasarkan pada \aspek kelancaran-keluwesan-orisinalitas.
Ausubel (dalam
Hamalik, 2002) kreativitas adalah kemampuan atau kapasitas pemahaman,
sensitivitas, dan apresiasi dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Aspek lain
dari kreativias adalah kemampuan berpikir divergen, yaitu meliputi
orisinalitas, fleksibilitas, kualitas, dan kuantitas. Thorrance (dalam Hamalik,
2002) kreativitas akan muncul berkenaan dengan kesadaran adanya kesenjangan
antara pengetahuan siap dengan pengetahuan atau masalah baru, kemudian
muncullah beragam alternatif solusi.
Ditinjau dari
segi kemampuan aktivitas otak dalam kaitannya dengan kreativitas, ternyata
potensi tersebut memang telah tersedia. Buzan (dalam Erman, 2004) mengemukakan bahwa otak mengolah informasi
dalam bentuk hubungan fungsional antar konsep, berupa peta konsep,
sehingga terjalin kaitan antar konsep yang satu dengan konsep lainnya.
Inilah yang dimaksud dengan struktur kognitif dari Piaget (dalam Erman, 2001)
di mana skemata baru akan terbentuk dalam sistem kerja otak dan terkait dengan
skemata lain yang sudah terbentuk. Dengan pola sepeti ini, proses belajar
siswa diusahakan agar tidak hanya berasimilasi (menyerap pengetahuan) akan
tetapi dikombinasikan dengan akomodasi (mengkonstruksi pengetahuan).
Konsep matematika yaitu segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat dan inti /isi dari materi matematika Pemahaman konsep adalah kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat, inti /isi dari suatu materi dan kompetensi dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat (Budiono, 2009: 4).
Konsep matematika disusun secara berurutan sehingga konsep sebelumnya akan digunakan untuk mempelajari konsep selanjutnya. Pemahaman terhadap konsep materi prasyarat sangat penting karena apabila siswa menguasai konsep materi prasyarat maka siswa akan mudah untuk memahami konsep materi selanjutnya. Apabila anak memahami suatu konsep maka ia akan dapat menggeneralisasikan suatu obyek dalam berbagai situasi lain yang tidak digunakan dalam situasi belajar (Nasution, 2005: 164).
Siswa dibiasakan
untuk memperoleh pemahaman
melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan
yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek. Siswa
diharapkan mampu menangkap
pengertian suatu konsep
melalui pengamatan
terhadap contoh-contoh dan bukan contoh
(Erman,dkk. 2001:
57). Sedangkan menurut Donald, et.al
(2007 : 151) salah satu pembelajaran konsep
yang bisa dilakukan
adalah mengemukakan contoh/fakta13 yang
berkaitan dengan konsep
yang akan dipelajari
dan memberi kesempatan siswa untuk menemukan sendiri konsep
tersebut.
Berikut ini indikator siswa yang
memahami suatu konsep menurut KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) tahun 2006 :
1.
menyatakan ulang sebuah konsep.
2.
mengklasifikasi obyek-obyek
menurut sifat-sifat tertentu
(sesuai dengan konsepnya).
3.
memberi contoh dan non-contoh dari
konsep.
4.
menyajikan konsep dalam berbagai bentuk
representasi matematis.
5.
mengembangkan syarat perlu atau syarat
cukup suatu konsep.
6.
menggunakan, memanfaatkan, dan memilih
prosedur atau operasi tertentu.
7.
mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan
masalah
2.5. Proses Belajar dan Hasil Belajar
Usaha untuk meningkatkan
kualitas siswa menjadi prioritas pada saat ini.
Hal ini sejalan dengan akan diterpkannya KTSP. Beberpa faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi siswa tersebut adalah faktor eksternal dan faktor
internal (Slameto, 1995). Faktor eksternal berasal dari luar individu,
sedangkan faktor internal berasal dari diri individu siswa yang meliputi;
motivasi, minat, intelijensi dasar pengetahuan dan metode pembelajaran. Secara
garis besar faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa
dapat dibedakan atas beberapa jenis, yakni: kurikulum, strategi belajar, sistem
evaluasi, dosen, pengelolaan, motivasi belajar siswa, berbagai akar yang
bersifat non edukatif. Dalam pemecahan tiap jenis faktor diatas tidak dapat
dihindarkan timbulnya faktor lain yang lebih penting. Dosen merupakan salah
satu yang terlibat dalam mencari langkah-langkah dan jalan terbaik yang harus
ditempuh dan dilaksanakan sehingga prestasi belajar siswa mencapai tingkat yang
lebih baik. Untuk itu salah satu usaha dan langkah yang ditempuh oleh dosen
adalah melakukan inovasi pembelajaran yang tepat dalam penyampaian materi .
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
interaksi dengan lingkungan. Pola tingkah laku yang dicakup sangat luas,
meliputi: pengetahuan, sikap, ketrampilan, kebiasaan, emosi, budi pekerti,
hubungan sosial dan lain-lain (Djamara, 1995). Perbuatan tingkah laku sebagai
perubahan hasil belajar dibedakan dalam tiga aspek yaitu: (1) aspek kognitif, (2) aspek psikomor, (3) aspek afektif. Aspek tingkah
laku sebagai hasil belajar menurut Benyamin Bloom dibedakan dalam tiga ranah
yaitu: ranah kognitif atau aspek intelektual, ranah afektif atau sikap, ranah
psikomotorik atau ketrampilan (Rooijakkers, 1993). Salah satu hasil yang dicapai setelah proses pembelajaran adalah
penguasaan siswa terhadap materi sebagai gambaran prestasi siswa. Prestasi
belajar siswa adalah hasil belajar siswa yang dicapai melalui kegiatan belajar.
Siswa yang menguasai materi adalah siswa yang dapat menyelesaikan evaluasi yang
diberikan oleh dosen dengan baik.